Menanti R(E)volusi Enriqu
e
Segera setelah peresmiannya sebagai pelatih baru FC Barcelona, Luis Enrique Martinez langsung memulai kerja cerdasnya membenahi skuad. Pengalamannya sebagai pemain Barca selama delapan tahun dan tangan dinginnya memimpin pasukan muda FC Barcelona B dalam kurun waktu 2008 hingga 2011 memudahkannya untuk menyelaraskan konsep melatihnya dengan ekspektasi tinggi publik Camp Nou.
Beberapa poin penting yang menjadi pekerjaan rumah khusus bagi seorang pelatih Barca ditata secara bertahap. Walau terlihat sederhana dan tampak sama di klub-klub lain, namun Enrique menjadikannya sebagai bagian kekokohan fondasi skuad yang bersifat jangka panjang.
Poin pertama yaitu regenerasi.
Keputusan Victor Valdes yang berniat mencari tantangan baru sejak pertengahan musim sebelumnya, ditambah dengan keputusan pensiun kapten Carles Puyol membuahkan kekosongan senioritas ulung di ruang ganti. Walaupun Valdes batal pindah dan mungkin masih akan sering beredar di kota Barcelona musim depan, ditambah keputusan Puyol yang menyatakan kesediaannya membantu Direktur Olahraga, Andoni Zubizaretta, di departemen sepakbola, Enrique meyakini adanya nilai kebaikan dari sebuah masa transisi untuk menularkan semangat heroisme masa jaya Barca kepada skuad baru. Sosok penting untuk pengkonkretan hal ini ada pada diri Xavi Hernandez.
Xavi, yang sudah menjadi wakil kapten selama enam tahun terakhir, tadinya juga berencana untuk hengkang. Tawaran beberapa klub dari Major League Soccer (MLS) Amerika Serikat dan Liga Qatar terendus media sebagai bakal pelabuhannya berikut. Dengan sebuah langkah pasti, Enrique mengamankan keberadaan Xavi minimal setahun ke depan, namun dengan batasan tidak menjanjikannya sebuah posisi inti di skuad utama. Dalam konsep bisnis, mungkin yang hendak diterapkan Enrique adalah mendorong Xavi “berbicara” dalam acara “CEO Inspiration” bagi pemain-pemain baru.
Poin kedua menyangkut perekrutan alumni akademi sepakbola La Masia.
Di Barca, ada sebuah “tekanan” untuk secara konsisten menjadikan La Masia sumber pasokan pemain baru bagi tim senior. Rasionalitasnya terletak pada kualitas individu dan mental kolektivisme yang dibawa dalam diri tiap alumni, didikan pola 4-3-3 yang tertanam sejak usia dini, lalu berlanjut pada nilai transfer yang akan berhasil dihemat. Konsep ini semakin menemukan pembenarannya dalam sepuluh tahun terakhir dengan rengkuhan tiga trofi Liga Champions.
Tentunya bukan karena Enrique menjalani tujuh tahun pembinaan di sekolah sepakbola milik klub Sporting Gijon yang menyebabkannya tidak menunjukkan tanda-tanda akan ada seorang alumni La Masia baru yang masuk ke skuad utama Barca musim depan. Atau bahkan bila dikaitkan dengan penjualan Francesc “Cesc” Fabregas ke Chelsea. Dalam kondisi La Masia saat ini, tumpukan kualitas para alumni terpusat di lini tengah, sementara perbaikan lini belakang dan depan perlu disikapi lebih serius. Inilah sebabnya sehingga investasi (baca: pengeluaran)besar-besaran Barca musim ini bukan utamanya terjadi di lini tengah.
Satu-satunya poin regenerasi yang belum terselesaikan hingga mendekati dimulainya La Liga2014/15 adalah pencarian pengganti bek kanan Dani Alves. Dengan umurnya yang sudah mencapai 31 tahun serta kontraknya yang akan berakhir tahun depan, sulit untuk mengharapkan Alves akan menjadi opsi jangka panjang bagi skuad yang sedang dibentuk Enrique.
Poin ketiga adalah penajaman daya tempur.
Sekalipun Barca sudah bertabur bintang, penyelesaian akhir yang tidak efektif masih menjadi momok yang belum mampu diselesaikan Barca. Tepatkah keputasan merekrut Luis Suarez untuk poin ini? Bila menyinggung “masa istirahat”nya dari pertandingan kompetitif resmi selama empat bulan, sudah pasti Barca merugi. Apalagi bila mengacu kepada kondisi aktual sebelum pengurangan hukuman dilakukan, berlatih di stadion pun tidak mungkin bagi Suarez.
Tapi mari kita lihat stok striker yang ada di bursa. Andaikan pun pemegang rekor gol terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia, Miroslav Klose, masih berusia 25 tahun saat ini, Barca sudah pasti tidak akan mengejarnya. Seluruh titik penciptaan 16 gol yang diciptakan mantan penyerang tim nasional Jerman tersebut terjadi dalam satu koridor garis lurus selebar gawang hingga batas kotak penalti. Tidak ada garis silang yang cukup jauh terdeteksi dalam proses penciptaan gol oleh Klose.
Suarez menawarkan segalanya. Dia memiliki dribbling lengket atas bola, terbiasa dengan permainan diagonal, mumpuni dalam situasi one-on-one serta piawai menyambut bola silang. Dia juga menciptakan teror bila sudah bersiap mengambil tendangan bebas di luar kotak penalti. Gol sundulan acap terjadi lewat kepalanya. Keuletan dan kegesitannya bertarung akan membawanya sebagai sosok “Lucho” (yang artinya fighter atau pejuang), sebuah julukan yang melekat pula pada diri sang pelatih saat masih aktif bermain.
Yang agak mirip dengan profil Suarez ada beberapa, sebutlah Radamel Falcao dan Sergio“Kun” Aguerro, penyerang tengah asal Kolombia dan Argentina. Tapi, Falcao sedang dibekap cedera panjang dan Aguerro tidak menunjukkan sinarnya di Piala Dunia. Maka, dapat dimaklumi bila Barca segera mengamankan tanda tangan Suarez di bulan Juli kemarin.
Poin keempat adalah pengokohan lini belakang.
Setidaknya ada dua alasan penting di poin ini. Pertama karena jumlah kebobolan Barca di musim lalu yang sudah “tidak masuk akal” lagi. Di liga, Barcelonistas harus menyaksikan gawang tim kesayangannya dibobol lawan hingga 33 kali. Tentu ini bukan jumlah yang bisa ditoleransi untuk klub sebesar Barca.
Alasan berikut adalah untuk kepentingan fleksibilitas lini belakang. Kebiasaan Barca memainkan empat pemain belakang sekaligus akan sulit diubah bila mengandalkan skuad sebelumnya. Javier Mascherano, yang aslinya adalah gelandang bertahan, lebih fasih membaca permainan lawan di lini tengah dibanding sebagai penyapu serangan lawan hingga ke garis tepi. Marc Bartra pun demikian. Walaupun dapat dimaklumi terkait jam terbangnya yang paling minim diantara para bek tengah, kegagalannya mengantisipasi rangsekan Gareth Bale di sisi kanan pertahanan Barca saat final Copa del Rey menjauhkan Enrique dari keinginan menambah stok bek tengah Barca.
Kehadiran Jeremy Mathieu dan Thomas Vermaelen dijadikan jawaban atas kegundahan Enrique terhadap stok bek tengah Barca. Dua benteng raksasa ini, bila dipadukan dengan Gerard Pique, akan menjadi trio penghalau bola-bola udara ke jantung pertahanan Barca. Target terukur untuk prestasi mereka adalah reduksi atas frekuensi kebobolan dari bola-bola mati dan umpan silang ke kotak penalti Barca. Dengan adanya ketiga bek tengah ini, Enrique bisa memastikan pola 3-4-3 sebagai variasi realistis atas pakem 4-3-3 yang sudah rutin dimainkan Barca.
Poin kelima cukup unik, yaitu penciptaan kompetisi diantara para kiper anyar.
Walaupun sudah pasti hanya satu kiper yang berjaga di bawah gawang, Barca punya riwayat kompetisi untuk posisi kiper. Di musim 2002/03, Barca memiliki dua kiper berkualitas sekaligus, yakni Roberto Bonano asal Argentina dan mendiang Robert Enke asal Jerman. Setahun kemudian, Valdes menjadi kiper utama menyingkirkan Rustu Recber, kiper tim nasional Turki, yang turut membawa negaranya ke semifinal Piala Dunia 2002.
Kompetisi keras akan tercipta antara Marc-Andre ter Stegen, Claudio Bravo dan Jordi Masip. Kiper asal Jerman, Stegen, adalah rekrutan paling awal Barca, yang persetujuan kontraknya diyakini telah tercapai saat musim lalu masih berjalan. Bravo bermain cemerlang mengawal gawang tim nasional Cile di Brasil, sementara Masip adalah didikan La Masia sejak tahun 2004. Persaingan halus dapat dirasakan bila menyimak komentar-komentar terpisah mereka di media. Enrique sendiri tampaknya tidak mau terjebak dalam pilihan yang terlalu dini. Dalam wawancara dengan media Mundo Deportivo setelah kemenangan telak 6-0 atas HJK Helsinki, ia secara jelas memberikan kesempatan 33% bagi Stegen, 33% bagi Bravo dan 33% bagi Masip untuk menjadi kiper utama Barca musim depan. Siapa yang terpilih? Jelas, tidak bisa dipastikan saat ini.
Poin keenam dan yang paling penting, adalah deklarasi “I am the boss” oleh Enrique.
Dilihat dari struktur tim kepelatihan yang dibawanya, kebijakan transfer pemain, potensi perubahan cara bermain di atas lapangan, hingga gairah, semangat juang dan kepercayaan diri tinggi yang diusungnya, sangat jelas bahwa Enrique akan menempatkan diri sebagai role model yang wajib disimak instruksinya. Tak heran bila Josep Marie Bartomeu, Presiden Barca, sampai menunjuk sang pelatih sebagai rekrutan terpenting musim ini.
Setumpuk ilmu dan pengalaman yang dimiliki Enrique menjadi modal penting mengembalikan Barca ke masa jayanya. Kini dia bukan lagi kapten di atas lapangan, karena dia akan mulai kepemimpinannya sebagai pelatih, mengatur sekelompok talenta luar biasa berbaju biru merah.
Visca Barca!
0 komentar:
Post a Comment